Wakil Bupati Bandung, Deden Rumaji berpendapat, permasalahan TPA sebenarnya terjadi hampir di semua TPA yang ada di Jawa Barat, oleh sebab itu pemerintah Jawa Barat harus memikirkan membuat TPA terpadu yang jauh dari pemukiman warga supaya tidak ada perselisihan antara pemerintah dengan masyarakat sekitar TPA. Bahkan, dia mengusulkan pembuatan TPA terpadu tidak berada di pelosok yang jauh dari pemukiman, melainkan di pulau kosong yang tidak ada pendudukanya sama sekali.
"Warga tidak mau kalau tinggal di lingkungan yang berdektan dengan TPA, makanya harus membangun TPA terpadu di pulau kosong. Karena sifatnya terpadu, maka gubernur Jawa Barat yang harus memikirkan pembuatan TPA di pulau kosong tersebut," tutur Deden.
Pembangunan TPA di pulau kosong merupakan solusi paling tepat untuk mecegah gesekan masyarakat dengan pemerintah, jika TPA hanya dibangun di lokasi yang jauh dari masyarakat, permasalahan serupa dikemudian hari masih dimungkinkan terjadi.
Berkaca dari beberapa TPA yang telah beroperasi, walaupun pada saat pembangunan jauh dari pemukiman, namun seiring berjalannya waktu masyarakat banyak yang mendirikan rumah di sekitar TPA karena ada akses jalan dan ekonomi, walaupun keberadaan TPA telah lebih dulu dibanding masyarakat, namun biasanya masyarakat melakukan penolakan terhadap keberadaan TPA.
"Memang dengan membuat TPA di pulau kosong, akan memakan anggaran lebih besar, tapi kalau untuk kebersihan seperti tidak jadi masalah, masyarakat juga pasti membayar jika sampahnya diangkut,"katanya.
Deden menambahkan, TPA yang berada di wilayah Bandung Raya dalam waktu dekat akan habis masa pakainya. Di antaranya TPA Sarimukti dan Babakan pada tahun depan. Sedangkan TPA Legoknangka baru diaktifkan pada 2017.
"Warga di sekitar Legoknangka juga ada yang menolak. Dampak TPA itu kan ditakutkan warga," ujarnya. Keberadaan TPA seharusnya memenuhi beberapa syarat. Seperti sanitasi, penyerapan limbah hingga dampak yang bisa diminimalisir. Namun kenyataannya, lanjut Deden, TPA yang ada saat ini tak memenuhi syarat tersebut.
"Kalau dibuang ke pulau kosong kan jauh dari masyarakat. Di sana bisa diolah dan tidak akan jadi polemik juga soal dampaknya," katanya. Untuk masalah pengangkutan, tutur Deden, bisa dibuat pelabuhan khusus. Armada pengangkutan pun pasti akan disiapkan. Jika menginginkan penyelesaian masalah sampah, harus ada pengorbanan dari segi anggaran.
Terkait masalah TPA Babakan, diakui Deden masih dalam negosiasi dengan masyarakat sekitar. Beberapa desa ada yang mengajukan tambahan permintaan. Namun pembuangan sampah ke Babakan tetap bisa dilakukan. "Makanya harus ada pengelolaan yang terpadu. Kala ditutup kan dampaknya terlihat. Sampah menumpuk di mana-mana. Warga mengeluh karena sampah menumpuk," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perumahan Penataan Ruang dan Kebersihan (Dispertasih) Kabupaten Bandung Erwin Rinaldi mengatakan, pihaknya menargetkan agar 40 persen sampah yang dihasilkan masyarakat bisa direduksi. "Dari seratus persen sampah yang bisa diangkut sekitar 60 pesen pengangkutan dan 40 persen lagi direduksi dan pemilahan di masyarakat," katanya.
Saat ini masyarakat harus memikirkan nilai ekonomis dari sampah tersebut. "Jadi sebelum membuang sampah pilah dahulu, jika ada plastik atau cangkang minuman plastik yang laku untuk dijual pisahkan," ujar Erwin.
Selain itu ia menghimbau kepada masyarakat agar turut membantu mengurangi sampah dari sumbernya. Selain itu Erwin juga menuturkan untuk mendukung gerakan bank sampah yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah. "Hasil dari pengumpulan sampah yang sudah dipilah akan disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah dan bernilai ekonomis," ungkapnya.
Anggapan masyarakat bahwa sampah merupakan barang yang tidak berguna ternyata tak selamanya benar karena jika dikelola dengan benar, sampah dapat memberikan keuntungan. Untuk itu, diperlukan adanya perubahan pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat khususnya dalam hal pemilahan dan pengurangan timbulan sampah.
Di Kabupaten Bandung sebagian masyarakat belum mampu mengelola atau memanfaatkan sampah secara benar, baik dari aspek ekonomi maupun lingkungan. Bank sampah dikelola menggunakan sistem seperti perbankkan yang dilakukan oleh petugas sukarelawan. Penyetor adalah warga yang tinggal di sekitar lokasi bank serta mendapat buku tabungan seperti menabung di bank.
"Di Kabupaten Bandung bank sampah sudah ada satu di Jalan Raya Bojong Soang yaitu Bank Sampah Bandung Mandiri (BSBM)," tutupnya.