Kemasan Borondong Coklat (Borkat) Produksi Ibu Osih (Foto: Wisma Putra)
Masih ingatkah anda dengan makanan tradisional sunda bernama borondong? Bentuknya bulat, terbuat dari gabah ketan dengan dibumbui gula merah dan dikeringkan hingga matang atau lirik lagu ini “Borondong garing ider kota pilemburan, Borondong garing haleuang katineung ati”, mungkin bait lagu Nining Meida tersebut telah dikenal oleh banyak orang khususnya orang sunda.
Ya penganan khas sunda berasa manis dan legit dimulut ini ternyata masih menjadi buruan masyarakat Indonesia. Menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang semakin canggih, ternyata borondong juga memiliki tampilan yang baru dan lebih menarik.
Adzan berkumandang, subuh telah tiba, matahari mulai bersinar menerangi langit Bandung selatan. Setelah menunaikan ibadah shalat subuh, Tepat Pukul 05.00 Wib para ibu di Kampung Sangkan, Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung mulai melakukan aktivitasnya sebagai ibu rumahtangga, selain itu mereka mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pengrajin borondong.
Borondong diproduksi di daerah Ibun, tak banyak yang tau mengenai daerah Ibun. Kebanyakan orang hanya mengetahui borondong penganan asli Majalaya karena banyak dipasarkan di Majalaya
Jika biasanya borondong hanya berwarna putih atau coklat kemerahan saja, kini borondong bisa kita temukan dengan berbagai warna. Warna merah, coklat, pink, hijau, bahkan biru. Kemasannyapun tidak sekedar menggunakan plastik yang kemudian digantung untuk dipajang di toko central oleh-oleh. Kini borondong bisa kita temui dalam kemasan toples kecil dengan corak dan warna borondong yang unik dan pastinya disukai oleh anak-anak.
Namanya adalah “Borkat” kependekan dari “Borondong Coklat”. Borkat adalah hasil inovasi baru dari keluarga Ibu Osih yang sudah sejak 20 tahun lalu membuat borondong.
Bermula sejak dua tahun kebelakang, tepatnya tahun 2012, anak ke empat dari Ibu Osih, Imas membuat borondong dengan tampilan yang berbeda. Ia memberikan adonan coklat panas ke borondong yang sudah jadi dan siap untuk dimakan. Kemudian ia menghiasnya dengan warna-warni coklat serta beberapa di antaranya ditaburi bubuk wijen.
Nama borkat ini mungkin belum dikenal banyak orang, namun bisa jadi borkat ini menjadi buruan para pecinta kuliner tradisional seperti halnya Chocodot yang sudah dikenal dimana-mana sebagai oleh-oleh khas Kota Garut. Borkat hasil buatan tangan Ibu Osih bisa didapatkan dengan harga berkisar 20 ribu rupiah hingga 25 ribu rupiah.
Cara membuatnya pun tidak sulit. Setiap harinya Ibu Osih bisa menghabiskan 50 kilogram gabah ketan yang masih belum terlepas dari cangkangnya. Kemudian semua gabah itu di sangrai hingga matang dan mengembang berwarna putih, prosesnya pun masih sangat sederhana, Ibu Osih masih menggunakan tungku pembakaran di dalam dapurnya. Prosesnya hampir sama seperti membuat popcorn.
Kemudian hasil sangraian disimpan di atas tungku beberapa saat untuk membuatnya lebih kering. Setelah itu gabah dipilah dan dipisahkan dari cangkang supaya lebih bersih. Dari sana baru bisa diolah menjadi borondong garing, borkat atau borondong enten.
Cara membuat borondong garing sediri hanya membutuhkan beberapa tahap lagi. Yakni dengan mencapurkan gula merah yang telah dicairkan dengan gabah ketan yang sudah disangrai untuk kemudian dicetak dengan tangan menjadi bentuk bulat atau pipih.
Adonan cetakan dibuat sepadat mungkin agar setiap satuan gabah tidak saling terlepas satu sama lain. Setelah itu borondong garing siap untuk di oven atau di keringkan di bawah matahari hingga matang. Borondong garing yang sudah jadi inilah yang kemudian Ibu Osih dan anaknya hias dengan berbagai jenis coklat untuk menjadi borkat atau borondong coklat.
Sedangkan untuk membuat borondong enten hanya mencampurkan gula merah, vanili, serta kelapa yang dijadikan adonan sedikit ketal dan padat seperti wajik untuk kemudian dibaluri gabah ketan yang telah disangrai tadi. Rasa berondong enten lebih manis dibandingkan berondong garing, karena mengandung lebih banyak gula. Ibu Osih menvariasikan berondong enten menjadi beberapa rasa, yakni rasa nanas, pisang dan juga jahe.
Di musim menjelang lebaran atau hai raya lainna sepeti natal dan tahun baru, biasanya Ibu Osih bisa menjual sekitar 200 toples borkat. Sedangkan untuk penjualan borondong, bisa mencapai sekitar 20 karung yang didalamnya terdapat sekitar 100 bungkus borondong. Jika biasanya Ibu Osih hanya menghabiskan gabah ketan 50 kilo saja, liburan tiba ia bisa menghabiskan 1 kuintal gabah ketan dalam 1 hari.
Pabrik rumahan produksi borondong seperti Ibu Osih yang berada di Kampung Sangkan Desa Laksana Kecamatan Ibun ini tidak berdiri sendirian. Kampung yang ditinggali Ibu Osih memang cukup terkenal dengan pusat pembuatan borondong, karena terdapat 12 pabrik rumahan yang sama-sama membuat borondong seperti Ibu Osih.
Inovasi borkat inilah yang menjadi nilai tambahan bagi pelanggan setia Ibu Onah untuk tetap menjadi pembeli setia. Tak hanya itu, Ibu Onah biasanya memasok borondong buatannya ke pasar Cililin Kabupaten Bandung.
“Sudah sejak lama saya menjadi supllayer borondong Bu Osih, semakin banyak varian rasa dari borondong dan saya yakin borondong Sangkan akan terus dikenal namanya,” ujarnya.
Berkat ketekunan dan keteguhan ibu memproduksi borondong, kini 5 naknya telah berhasil ia sekolahkan hingga perguruan tinggi. Satu diantaranya menjadi dokter, dua diantaranya menjadi perawat, dan dua anak yang lain meneruskan usaha produksi borondong dengan membuka cabang yang lain.